Rabu, 10 Juni 2015

Heboh Beras Plastik

Jumlah penduduk Negara Indonesia 300 juta jiwa, konsumen Indonesia merupakan konsumen keempat terbesar di dunia di belakang China, India, dan Amerika Serikat. Sungguh secara kualitatif merupakan anugerah yang tak ternilai harganya karena rata-rata 329kg perkapita setiap tahunnya.

Maka dari itu, sangat wajar jika isu yang terkait kebutuhan pokok konsumen pasti akan mengundang sorotan tajam dan perbincangan serius di tengah masyarakat. Katakanlah kemunculan beras plastik ternyata cukup menghebohkan jagat Indonesia. Bagaimana tidak, berita tersebut ternyata mampu mengalahkan berita peristiwa besar lain. Harus diakui, hebohnya isu ini cukup membawa dampak yang tidak kecil bagi masyarakat dan pemerintah.

Sampai-sampai kehebohan isu beras plastik menggiring masyarakat beralih membeli kebutuhan pokok ini dari pasar tradisional ke pasar modern. Masalah ini terus mengalir seperti air yang deras, kini mengalir ke meja Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Uji laboratorium dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Laboratorium Sucofindo. Hasilnya, seperti yang kita ketahui terdapat campuran kimia yang terkandung dalam beras itu.
Berdasarkan hasil uji laboratorium yang diumumkan PT Sucofindo diketahui, beras-beras tersebut mengandung 3 bahan kimia berbahaya.

"Kami melakukan uji laboratorium dengan alat yang sensitif dan profesional. Beras ini dibedakan sampel 1 dan 2, secara fisik hampir sama. Hasilnya ada suspect, kandungan yang biasa digunakan untuk membuat bahan plastik," ujar Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adisam ZN, dilansir Liputan6.com di Bekasi, Jawa Barat.

Adisam mengaku ada senyawa plasticizer penyusun plastik yang ditemukan dalam beras tersebut. Antara lain Benzyl butyl phthalate (BBP), Bis(2-ethylhexyl) phthalate atau DEHP, dan diisononyl phthalate (DIN). 
"Senyawa plasticizer ini biasa digunakan untuk melenturkan kabel atau pipa plastik," ujar dia.

Dia mengungkapkan, pengujian ini dilakukan menggunakan alat spektrum infrared untuk melihat apakat terdapat senyawa polimer seperti plastik dalam beras tersebut. Hasilnya, kata dia, terdapat senyawa yang identik dengan polimer. "Beras alami, tidak mengandung senyawa-senyawa seperti ini," kata Adisam.

"Ada senyawa lain dalam kandungan beras tersebut yang sengaja dicampur. Kami menduga, ada kesengajaan memasukkan senyawa lain yang dicampur dengan beras," ucap dia.

Adisam menjelaskan, beras palsu itu tak dapat dicerna oleh lambung. Dan bila dikonsumsi secara terus-menerus dapat menyebabkan kanker. Hal ini sudah pernah diuji pada tikus.Di Eropa, senyawa ini bahkan sudah dilarang digunakan dalam komponen mainan anak. Apalagi untuk bahan makanan.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi Hepatologi Ari Fahrial Syam mengungkapkan, plastik yang merupakan benda asing dalam tubuh bisa merusak sistem pencernaan manusia. Lebih dari itu, zat kimia pada plastik dapat merusak sejumlah organ penting dalam tubuh manusia seperti ginjal, hati, dan bisa menyebabkan kanker. Bahkan, jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, bukan tak mungkin bisa mengganggu sistem saraf di otak.

Dan juga Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kemenkes Indonesia Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia menyatakan ada 3 (tiga) kemungkinan bahaya jika mengonsumsi beras plastik.
Pertama, trauma akibat fisik komponen plastik ke saluran cerna walaupun tentu berkurang kalau sudah jadi lembut.
Kedua, dampak lokal akibat bahan kimia atau mungkin kontaminan apa yang ada dalam plastik yang dipakai. Meskipun ini akan tergantung jenis plastiknya.
Ketiga, kemungkinan kalau bahan dalam plastik itu lalu terserap masuk pembuluh darah melalui mukosa saluran cerna, lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Apabila benar beras plastik telah beredar, bagi importir, distributor dan pengecer beras plastik tersebut bisa dikenakan sanksi berdasarkan UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 140 yang menyebutkan, "Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar keamanan pangan sebagaimana dimaksud pasal 86 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 4 miliar".

UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 62 menyebutkan jika pelaku usaha melanggar hak-hak konsumen, terutama atas jaminan hak keamanan pangan, maka pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara selama lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.

Kumpulan  peraturan itu bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional. Hak konsumen harus ditegakkan agar kedaulatan pangan tidak sekadar basa-basi. Penegakan hukum mesti dilakukan lebih intensif. Meminimalkan produk barang yang tidak layak konsumsi adalah keniscayaan. Tindakan hukum perlu dilakukan, selain untuk perlindungan konsumen, juga untuk pengamanan pasar dalam negeri. Sekaligus pula mendukung terciptanya kepastian hukum dan jaminan berusaha di Indonesia.

Kasus beras plastik menunjukkan betapa masih rendahnya tanggung jawab pelaku usaha, lumpuhnya proteksi hukum dan minimnya regulasi keberpihakan kepada konsumen. Sekali lagi, konsumen dikhianati dan terus dijadikan sebagai korban.

Karena itu, perlu terus menggugat keseriusan pemerintah untuk melindungi hak konsumen. Hak konsumen sebagaimana UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan, seperti pasal 4, "Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa", ternyata masih jauh dari asa. Sejatinya pemerintah harus menindak tegas semua pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Norma hukum sudah ada, tinggal diimplementasikan.

Pada hakikatnya konsumen adalah pengguna semua bentuk barang dan jasa yang harus diberi kepastian atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan terhadap barang yang dikonsumsinya. Pelayanan yang berkualitas dan optimal terhadap publik menjadi sebuah kemungkinan. Namun, hal itu bisa dilakukan jika pemerintah dan pelaku usaha (produsen) memberikan perlindungan yang optimal kepada konsumen dan pada gilirannya akan meningkatkan harkat dan martabat konsumen.

Sangat diperlukan sekali ditumbuhkan kebiasaan mengadu yang merupakan bagian dari sikap kritis konsumen sekaligus menjadi indikator baik atau tidaknya perlindungan konsumen di suatu negara. Budaya mengadu konsumen Indonesia masih sangat rendah. Sebaliknya sikap pasrah atau menerima keadaan masih menjadi suatu pilihan dari masyarakat. Karena itu, apa yang dilakukan Dewi Septiani, pelapor akan adanya beras sintetis di Bekasi, adalah refleksi dari sikap kritis konsumen.

Bukan malah yang bersangkutan diancam untuk dipidanakan karena dianggap menyebarkan isu yang meresahkan masyarakat. Masalah beras plastik ini sesungguhnya di satu sisi memberi dampak positif, yaitu membangun sikap kritis konsumen terhadap hak-hak dasar yang dimilikinya.

Terbukti dari masalah tersebut konsumen tampak lebih reaktif terhadap berbagai ketidaknyamanan dan berbagai ancaman terhadap makanan yang bisa merusak kesehatan konsumen. Hal lainnya, kita juga menyaksikan berbagai pemangku kepentingan dalam hal ini berperan aktif mengkritik persoalan beras plastik yang ditemukan di daerah Bekasi.
Bahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dibuat panik. Tidak hanya itu, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pertanian juga menunjukkan rasa empati atas kejadian yang menimpa kepada konsumen. Penemuan beras palsu atau beras sintesis asal China mengingatkan kepada kita semua (konsumen) bahwa lingkungan kita saat ini tidak terbebas dari produk makanan dan minuman berbahaya.

Peran petinggi negeri ini sebagai lembaga yang ditugaskan mensejahterakan rakyat tentu diharapkan lebih antusias dan berempati kepada hak-hak konsumen (vide UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen). Sebab, sangat mustahil kita berbicara kualitas perlindungan terhadap hak-hak konsumen jika pemerintahan yang berjalan tidak peduli pada hal-hal yang berkaitan dengan konsumen itu sendiri.
Dengan demikian, sekali lagi harapan kita (konsumen) terkait kebijakan atau regulasi pemerintah selaku regulator haruslah benar-benar memberi pemihakan dan atau perlindungan kepada konsumen. Dengan kata lain, kebijakan yang dikeluarkan oleh para menteri terkait haruslah terhubung dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat (konsumen).

Rendahnya sikap pemerintah yang terjadi akhir-akhir ini, tentu akibat berbagai kebijakan yang tidak prokonsumen atau tidak memberikan pemihakan kepada konsumen selaku objek kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal, tanpa kebijakan yang memberi perlindungan kepada konsumen atau tanpa agenda perlindungan konsumen yang jelas, mustahil pemerintah mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen.
Semua hal tersebut dapat direalisasikan ketika kecemasan konsumen semakin memprihatinkan akhir-akhir ini. Dapat dilihat ketika kebutuhan pokok seperti beras plastik di Bekasi, terungkapnya pabrik es batu di Cakung Jakarta Timur, terbongkarnya pembuatan nata de coco yang dicampur pupuk ZA, bahan kimia berbahaya lain yang sering digunakan adalah formalin, pabrik susu di Klaten diduga menggunakan zat pewarna kimia.

Padahal bagaimanapun negara harus hadir ketika terjadi gangguan kebutuhan dasar konsumen yang berdampak pada terjadinya ketidaknyamanan konsumen. Dengan kata lain, negara harus memberi pemihakan yang jelas untuk melindungi kepentingan rakyat sebagai sebuah wujud nyata peranan negara kepada rakyatnya.


Pada akhirnya, ekspetasi kita peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkonas 2015) yang diperingati pada 20 April lalu akan menjadi titik berangkat semua pihak yang berkaitan dengan masalah konsumsi untuk menghormati hak- hak konsumen. Jika hal ini terus berlanjut, mau tak mau efek positifnya adalah berkurangnya kecemasan konsumen dalam mengonsumsi bahan makanan dan minuman. Dan satu kata dari saya bahwa kehidupan manusia ialah diatas segala-galanya.

Sanksi FIFA terhadap PSSI

Indonesia lagi-lagi dihadapkan masalah kali ini masalah dalam dunia persepak bolaan, berita bola terbaru datang kepada Indonesia dalam beberapa bulan terakhir, sepak bola Indonesia seperti pedang yang meruncing pada atasnya. Bahkan Kemenpora juga mempunyai peran intervensi dalam urusan PSSI. Padahal dalam faktanya Statuta FIFA sudah dijabarkan dengan jelas, bahwa pemerintah tidak dibolehkan mempunyai peran di dalamnya untuk kegiatan bola di negara sendiri. Awal mula masalah muncul ketika PSSI tidak menyetujui perintah Kemenpora melalui jalur Badan Olahraga Profesional Indonesia yang menyetujui kompetisi sehat Liga Super Indonesia, namun untuk saat ini QNB League sudah diikuti oleh tim sebanyak 16. BOPI berpendapat bahwa dua klub yaitu Arema Cronus dan Persebaya Surabaya mempunyai masalah yang berkaitan dengan administrative dan dualisme.

  
Namun PSSI juga masih menjalankan aturan kompetisi dalam mengikut sertakan Persebaya dan Arema. Hal tersebut menjadikan Kemenpora makin geram dan membuat keputusan untuk membekukan PSSI, surat yang dikeluarkan telah disahkan oleh Menteri Imam Nahrawi yang sudah memaparkan mengenai hukuman administrative untuk PSSI. Di sisi lain apapun keputusan yang dibutuhkan dan kegiatan yang akan dilakukan PSSI tidak bisa disahkan. Keputusan yang ada tersebut menjadikan PSSI mendapat ancaman untuk mendapat hukuman dari FIFA. Salah satu kerugian besar yang akan diterima oleh Indonesia jika disanksi FIFA merupakan larangan untuk ikut serta dalam turnamen internasional baik di tingkatan timnas atau klub.

Akhirnya seperti prediksi banyak pihak, FIFA mengeluarkan sanksi kepada Indonesia. Dalam surat keputusannya yang ditandatangani oleh Sekretaris Jendral FIFA, Jerome Valcke, Indonesia dilarang mengikuti, mengadakan, dan berpartisipasi dalam pertandingan sepakbola Internasional. Dalam sanksi yang tidak ditentukan batas waktu berlakunya, FIFA sepertinya masih berbaik hati dengan mengizinkan Indonesia ikut dalam pertandingan-pertandingan sepakbola dalam SEA Games Singapura 2015 yang saat ini baru saja berlangsung.

Sanksi FIFA ditanggapi dalam berbagai pandangan. Umumnya para pencinta sepakbola sangat menyayangkan dengan keluarnya sanksi FIFA tersebut oleh karena yang rugi adalah kita sendiri. Tanggapan yang sangat ekstrim antara lain adalah menyesalkan mengapa Menpora Imam Nahrowi tidak mencabut surat keputusan pembekuan PSSI sebelum tenggat waktu yang diberikan FIFA yaitu 29 Mei 2015 lalu.

Lebih parahnya, Jokowi menanggapi santai saja sanksi yang dikeluarkan FIFA terhadap Indonesia. Bahkan ia dengan tanpa perasaan bersalah mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia mau ikut pertandingan Internasional atau berprestasi dalam ruang lingkup Dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa sudah lama sekali Indonesia tidak punya prestasi dalam sepakbola. Oleh karena itu pembenahan terhadap PSSI akan berjalan terus.

Dengan adanya pernyataan Jokowi maka beragam reaksi bermunculan. Sampai-sampai ada yang berkomentar yang sepertinya bercanda dan menyindir pernyataan Jokowi. Pasti akan banyak komentar, respons, dan opini yangakan muncul dalam sehari dua hari ini terhadap sanksi FIFA dan kaitannya dengan pernyataan surat keputusan Menpora untuk membekukan PSSI, dan utamanya terhadap pernyataan Presiden Jokowi.

Pada awalnya ada segelintir elite olahraga kita yang meremehkan pernyataan dari FIFA dengan menganggap bahwa FIFA tidak akan sembarangan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia mengingat potensi sepakbola yang besar di Indonesia ditambah dengan populasi Indonesia yang besar. Ini dikaitkan dengan potensi bisnis sepakbola di negara kita. Tepatnya penonton sepakbola yang begitu besar, diperkirakan FIFA tidak akan berani memberikan sanksi kepada Indonesia.

Segelintir orang tersebut yang menganggap ekspetasi jatuhnya sanksi FIFA terhadap Indonesia salah prediksi. Ini bisa dimaklumi karena landasan prediksi tersebut salah karena tidak mengerti peraturan yang berlaku dalam FIFA khususnya yang terkait dengan kewajiban anggota serta apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Tentu saja sanksi tersebut tidak ada kaitan dengan populasi suatu negara anggota FIFA. Juga aspek bisnis tidak masuk hitungan FIFA. Bahkan kalau ada yang mengangggap potensi bisnis sepakbola yang sangat besar di Indonesia, nampaknya ini kesimpulan yang tidak tepat.

Seperti halnya potensi bisnis sepakbola di Indonesia, yang harus menjadi basis adalah daya beli masyarakat kita. Walaupun secara populasi Indonesia menduduki negara nomor empat di dunia, daya belinya jauh di bawah banyak negara maju. Ini terlihat dengan harga tiket untuk menonton pertandingan sepakbola relatif rendah. Tidak heran jika gaji para pemain sepakbola profesional di Indonesia tidak besar. Sementara nilai transfer pemain juga kecil. Fakta lain bahwa klub-klub sepakbola kita kemampuan secara finansial tidak besar.

Walaupun begitu, banyak pihak memperkirakan bahwa potensi sepakbola kita akan meningkat seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia. Faktor ini memang tidak dipandang sebelah mata oleh para sponsor. Bagaimanapun sepakbola sudah merupakan industri.

Pengamat sepak bola Hardimen Koto kepada VOA menyebutkan sanksi FIFA adalah sebuah hantaman untuk dunia sepak bola Indonesia.

"Sanksi FIFA adalah pukulan yang jelas menyakitkan buat sepak bola kita. Kita tau dengan sanksi ini, status keanggotaan Indonesia yang selama 63 tahun menjadi members dari FIFA itu tercerabut," ujarnya.

Herdimen menjelaskan, akibat sanksi dari FIFA ini, semua tim Indonesia, baik itu tim nasional di semua level usia termasuk klub-klub tidak boleh berinteraksi dengan pergaulan internasional, seperti piala ASIA dan kualifikasi Piala Dunia. Termasuk pula dihapuskannya semua program pengembangan dari FIFA seperti kursus pelatih dan wasit. Dan juga lanjut Herdimen, semua donasi dari FIFA yang bentuknya untuk program pengembangan, dihentikan.

Lalu, seperti apa pengaruhnya sanksi FIFA tersebut kepada para pelaku sepakbola tanah air? Berikut kami sajikan beberapa kerugian akibat hukuman FIFA.

1. Timnas Tak Bisa Berlaga
Masih beruntung Timnas kita diberikan kesempatan untuk berlaga di Singapura saat ini sedang berlangsung, apabila tidak diperbolehkan ini merupakan yang paling dekat yang bisa dirasakan. Pasalnya, Timnas Indonesia U-23 dijadwalkan berlaga di ajang SEA Games 2015 pada saat ini.

2. Klub Indonesia Tak Bisa Main di Luar
Kasus ini juga tengah membayangi Persib Bandung dan Persipura Jayapura. Kiprah mereka di ajang Piala AFC bisa terganggu jika Indonesia benar-benar menerima sanksi dari FIFA. Perjalanan kedua klub terbaik di ISL musim lalu itu sendiri kini sudah mencapai babak 16 besar, dan berpotensi melaju lebih jauh lagi mengingat mereka bertindak sebagai tuan rumah.

3. Nasib Pemain Muda Tak Jelas

Nasib kompetisi yang tak jelas kapan digelar akan merugikan seluruh lapisan pemain. Namun yang paling merasakan dampaknya adalah para pemain muda. Putra harapan Indonesia di masa depan ini akan semakin sulit untuk berkembang dengan adanya sanksi ini, apalagi mental mereka masih belum teruji secara matang. Belum lagi bagi pemain muda yang memilih untuk berkarier di luar negeri. Mereka tak akan diakui karena negara asalnya sedang tak diakui FIFA.

4. Kompetisi Tidak Diakui
Indonesia masih bisa menggelar kompetisi meski andaikata dihukum FIFA. Namun kompetisi tersebut tak akan diakui oleh badan sepakbola tertinggi dunia itu. Hal ini tentu sangat merugikan bagi para klub peserta. Mereka akan menganggap bahwa kompetisi ini bersifat amatir, atau bahkan tarkam.

5. Tim Luar Tak Bisa Bermain di Indonesia
Sanksi FIFA juga membuat tim-tim atau negara luar tak bisa memainkan laganya di Indonesia di mana Timnas akan menggelar laga Kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Kualifikasi Piala Asia 2019.

6. Durasi Sanksi
Melihat sejarah, durasi sanksi dari FIFA bisa bermacam-macam, tergatung dari permasalahan yang dihadapi negara terkena dan bagaimana mereka kemudian merespon hukuman tersebut.
Contohnya Kamerun yang terkena sanksi pada 2013 silam karena masalah intervensi pemerintah. Setelah terkena sanksi, pihak Fecafoot (PSSI-nya Kamerun) dan pemerintah setempat membentuk tim normalisasi dan sanksi mereka pun dicabut setelah hanya 17 hari.


Dan juga akibat dari diberinya sanksi oleh FIFA terhadap PSSi ditinjau dari AFC:
1. Dikeluarkan dari Kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019
Karena hukuman ini, tim nasional Indonesia dipastikan keluar dari babak kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019. Itu artinya, tim Merah Putih dipastikan gagal memanfaatkan peluang untuk mengikuti dua turnamen bergengsi tersebut.

2. Dikeluarkan dari Ajang Piala Asia U-16 dan U-19
Hukuman FIFA terhadap PSSI tak hanya berimbas pada tim nasional senior. Timnas Indonesia U-16 dan U-19 juga terkena dampak dari hukuman ini. Tim asuhan Fachry Husaini dipastikan absen berlaga di pentas internasional.

3. Dikeluarkan dari Turnamen Regional Wanita AFC U-14
Timnas wanita Indonesia dicoret dari keikutsertaannya di Turnamen Regional AFC U-14. Perubahan ini akan mempengaruhi jadwal pertandingan di grup A. Sebelumnya turnamen ini akan dimulai pada 20 Juni 2015. Namun karena pencoretan Indonesia, laga di grup A bakal dimulai pada 23 Juni 2015.
  
4. Dikeluarkan dari Babak Kualifikasi Futsal Wanita AFC 2015
Dampak hukuman ini juga berimbas pada timnas futsal Indonesia. Timnas wanita Indonesia dipastikan gagal bermain di Babak Kualifikasi Futsal AFC 2015

5. Dikeluarkan dari Futsal AFC 2016 (Zona ASEAN - Turnamen Futsal AFF)
Rencana Indonesia mengirim wakil Timnas futsal ke kejuaraan internasional juga dipastikan gagal. AFC tidak mengizinkan skuat Garuda mengikuti Futsal AFC 2016 (Zona ASEAN - Turnamen Futsal AFF).

6. Persipura Jayapura Dikeluarkan dari AFC Cup 2015
Kalah tanpa bertanding, itulah yang dialami Persipura Jayapura. Mereka yang tadinya dijadwalkan menghadapi Pahang FA di babak 16 besar AFC Cup, harus menerima keputusan walk out (WO) karena gagal menggelar pertandingan.

7. Pengembangan Sepak Bola
Indonesia dipastikan tidak bisa mendapatkan program pengembangan dari AFC dan FIFA. Program itu mencakup kursus kepelatihan dan seminar berlisensi C.

Masa depan tim nasional sepak bola Indonesia dikhawatirkan makin terpuruk setelah FIFA memberikan sanksi berupa larangan berlaga di ajang internasional, kata seorang pengamat.  "Peringkat sepak bola Indonesia bakal turun terus, karena kita tidak bisa mengikuti turnamen dunia yang masuk agenda FIFA dan lainnya," kata pengamat sepak bola Andi Bachtiar Yusuf kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan Menurutnya, sangat mungkin timnas Indonesia bisa berada di urutan paling bawah setelah sanksi FIFA itu turun. "Karena untuk menggelar uji coba (dengan negara lain) saja bakal susah."

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Pemerintah harus duduk bersama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk memperbaiki prestasi sepak bola Indonesia. Kalla menekankan bahwa kompetisi sepak bola harus terus berjalan.
"Sepak bola itu adalah olahraga permainan, bukan olahraga terukur, jadi untuk ketahui prestasi, harus bertanding," kata Kalla di Kantor Wapres Jakarta.

Pernyataan ini disampaikan Kalla ketika ditanya mengenai upaya perbaikan PSSI. Kalla yang juga mantan ketua Persatuan Sepak Bola Makassar ini menilai bahwa sepak bola bukan sekadar urusan prestasi namun memiliki nilai hiburan bagi masyarakat. Ia tak ingin klub sepak bola dalam negeri berhenti bertanding jika PSSI dibekukan.
"Nanti kalau enggak ada kompetisi dalam negeri, nanti semua orang hanya lihat MU saja nanti, atau Barca, Chelsea," sambung Kalla.

Apalagi, menurut dia, banyak pihak yang menggantungkan hidupnya dari kompetisi sepak bola. Selain pelatih dan pemain, ada juga para pedagang kecil yang mengais keuntungan dari kompetisi sepak bola Tanah Air. "Penonton, penjual kaos, penjual bakso, penjual karcis, satpam, macam-macam, terlibat ratusan ribu, jutaan orang yang terlibat termasuk petarung terlibat juga. Yang penting kan tontonan, hiburan, nanti orang lama-lama tidak kenal lagi PSSI kalau tidak ada pertandingan," tutur dia.

Kesimpulan dari saya ialah banyak sekali yang dipertaruhkan akibat sanksi FIFA terhadap persepakbolaan tanah air akibat dari ketidaktahuan dan keegoisan pemerintah dan kurangnya kordinasi satu sama lain yang sangat berdampak buruk, yang tadinya sepakbola Indonesia sudah buruk semakin buruk saja saat ini, terutama hak-hak pemain dan penonton sepakbola Indonesia. Sepakbola merupakan rajanya olahraga diDunia tidak terkecuali Indonesia juga, demam bola sudah menjadi tradisi dan betapa bangganya apabila demam ini akibat dari prestasi cemerlang persepakbolaan Indonesia. Namun apabila Indonesia terkena sanksi semakin jelek mata lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga sepakbola agar tetap hidup justru menjatuhkan dan menutup kemungkinan untuk tetap maju, hak-hak pemain yang saat ini tidak jelas serta penonton yang nantinya sangat rindu tim kebanggaannya berlaga pada ajang Internasional, saat ini Indonesia hanya harus menunggu para pemerintah dan petinggi lainnya menyelesaikan masalahnya agar sanksi tersebut dicabut oleh FIFA, ekspetasi kita hanyalah agar dipercepat agar sepakbola diIndonesia tidak semakin buruk saja. Terima kasih.

KEMELUT dIGOLKAR

Salah satu partai yang tidak asing lagi dengan lambang pohon beringin dan warna dasar kuning yaitu Partai Golongan Karya (Partai Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Partai GOLKAR bermula dengan berdirinya Sekber GOLKAR pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Partai Golkar tengah mengalami perebutan kepemimpinan yang mengancam kelangsungan organisasi. Gejolak di tubuh partai, menurut sejumlah analis, tak hanya berdampak secara internal, tapi juga memengaruhi perimbangan kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat.




Akar konflik Gokar jika diurutkan secara kronologis:


  1. Pemberian mandat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dalam Rapimnas VI Partai Golkar di Jakarta. Mandat itu berisi dua opsi, yakni (1) menetapkan ARB sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden Partai Golkar, dan (2) memberikan mandat penuh kepada ARB untuk menjalin komunikasi dan koalisi dengan partai politik manapun. Fakta politik yang terjadi, ARB tidak menjadi Capres atau Cawapres, melainkan mengusung pasangan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Hatta Rajasa. Padahal, dalam pemahaman yang berbeda, mandat penuh hanya diberikan dalam konteks ARB sebagai Capres atau Cawapres, bukan malah membawa Partai Golkar untuk mengusung pasangan Capres dari non kader dan partai politik lain. 
  2. Upaya Partai Golkar mengusung Prabowo-Hatta ternyata tidak diikuti oleh semua pengurus, fungsionaris dan kader Partai Golkar. Secara terbuka, atau tertutup, beberapa pengurus, fungsionaris dan kader mendukung pasangan Jokowi-JK. Keberadaan JK sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar menjadi alasan utama dibalik dukungan itu. Di sinilah drama dimulai. Janji yang diucapkan ARB untuk tidak memecat kader seperti itu, ternyata dilanggar. Padahal, berkali-kali ARB mengatakan bahwa pengurus atau fungsionaris yang bersangkutan cukup meletakkan jabatan, selama Pilpres berlangsung. Proses inilah yang bermuara kepada pemecatan tiga orang kader Partai Golkar dari keanggotaan partai, yakni Agus Gumiwang Kartasasmita, Nusron Wahid dan Poempida Hidayatullah.
  3. Masalah baru kemudian muncul, yakni waktu pelaksanaan Munas Partai Golkar. Kader-kader senior yang terlibat dalam Munas Riau, mengingatkan soal perbedaan antara Anggaran Dasar Partai Golkar dengan rekomendasi Munas. Sesuai dengan amanat pasal 30 Anggaran Dasar Partai Golkar, Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi partai yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun. Mengingat Munas Riau 2009 berakhir pada tanggal 08 Oktober 2009, berarti Munas Partai Golkar dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 08 Oktober 2014. Hanya saja, ada rekomendasi Munas Riau yang menyebutkan perpanjangan waktu kepengurusan, sampai tahun 2015. Upaya untuk mendesak agar Munas Partai Golkar disesuaikan dengan AD Partai Golkar dilakukan.
  4. Bukannya malah berupaya memberikan penjelasan yang memadai menyangkut perbedaan tafsiran antara penganut AD Partai Golkar versus rekomendasi Munas Riau, DPP Partai Golkar dibawah ARB malahan memberikan sanksi kepada pengurus DPP Partai Golkar yang mendesak Munas dilaksanakan sesuai dengan AD Partai Golkar. Sejumlah pengurus dicopot atau digeser dari jabatannya. Bahkan, muncul ucapan, “Apa mereka yang menghendaki Munas Oktober 2014 itu tidak ingat Surat Keputusan sebagai Dewan Pengurus DPP Partai Golkar?” Konflik ini bisa diselesaikan, walau tetap saja sejumlah pengurus DPP Partai Golkar hilang dalam struktur DPP Partai Golkar, nyaris tanpa komunikasi politik yang cukup.
  5. Situasi baru muncul, akibat voting menyangkut UU tentang Pemilihan Langsung Kepala Daerah di DPR RI. Sebelas anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ternyata mendukung opsi pemilihan langsung kepala daerah. Sanksi kemudian datang dengan cepat, yakni pencopotan dari jabatan struktural di dalam tubuh Partai Golkar. Konflik baru ini masih terbatas, tidak meluas. Kalangan elite Partai Golkar malah semakin giat melakukan konsolidasi untuk menghadapi Munas pada bulan Januari 2015. Kandidat-kandidat Ketua Umum Partai Golkar bermunculan, antara lain Agung Laksono, MS Hidayat, Airlangga Hartarto, Priyo Budi Santoso, Hadjriyanto Thohari, Zainuddin Amali dan Agus Gumiwang. Kandidat-kandidat yang bersaing itu melakukan konsolidasi secara diam-diam atau terang-terangan.
  6. Konflik baru muncul, akibat pergerakan di lapangan. Atas nama DPP Partai Golkar, terjadi penggalangan politik untuk mengusung ARB sebagai Calon Ketua Umum Partai Golkar untuk kedua kalinya. Gerakan itu melibatkan DPD-DPD I Partai Golkar. Pertemuan-pertemuan tertutup diadakan, baik di Jakarta, maupun di masing-masing pulau atau provinsi. Masalahnya, antara gerakan politik dengan ucapan berseberangan. Hal inilah yang memicu desas-desus politik yang sulit dikendalikan. Desas-desus itu bertambah runyam, ketika kandidat Ketua Umum Partai Golkar diluar ARB dibatasi pergerakannya. Bahkan, atas nama revitalisasi kepengurusan, sejumlah pengurus Partai Golkar di daerah-daerah digeser atau dicopot dari jabatannya, mengulangi  pola yang terjadi dalam tubuh DPP Partai Golkar.
  7. Masalah jegal-menjegal tentu sudah “biasa” di kalangan politisi, hanya saja tercium upaya agar Munas Partai Golkar dilakukan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah “sama-sama dimaklumi”, yakni Januari 2015. Dalam keadaan semacam itu, diadakan Rapat Pleno DPP Partai Golkar guna mencarikan jalan keluar. Rapat Pleno memutuskan agar Rapimnas VII Partai Golkar sama sekali tidak membahas agenda Munas Partai Golkar, melainkan hanya membahas isu-isu aktual. Sebelum Rapat Pleno diadakan, sudah terjadi Rapat Koordinasi Partai Golkar dengan menghadirkan DPD-DPD I di Bandung. Skenario tertutupnya adalah Munas dilakukan sesegera mungkin, dengan tujuan memenangkan ARB sebagai Ketum. Namun, upaya itu berhasil dipatahkan dalam Rapat Pleno DPP Partai Golkar. Walau demikian, pergerakan politik terus dilakukan, yakni pertemuan informal antara DPD I Partai Golkar dengan Nurdin Halid di Bali. Secara bersama-sama, mereka ingin datang ke acara Rapimnas VII Partai Golkar di Yogyakarta, langsung dari Bali.
  8. Situasi menjadi matang, ketika Rapimnas VII Partai Golkar di Yogyakarta ternyata membahas agenda Munas Partai Golkar. Jadwal Munas disepakati, yakni 30 November – 2 Desember 2014. Tempat Munaspun ditetapkan, yakni Bandung, dengan opsi Surabaya dan Bali. Para pengurus DPP Partai Golkar yang berbeda tafsiran menyangkut kewenangan Rapimnas, sebagaimana diatur dalam AD-ART Partai Golkar, sama sekali diabaikan.
  9. Konflik yang bersifat tertutup kemudian menjadi terbuka, diawali ketika diadakan Rapat Pleno DPP Partai Golkar guna mengesahkan rancangan materi Munas Partai Golkar. Walau mengusai penuh arena Rapimnas Partai Golkar yang dikendalikan oleh DPD-DPD I Partai Golkar, ternyata mayoritas pengurus DPP Partai Golkar semakin sulit dikendalikan. Kedatangan “AMPG” yang berpakaian lengkap, baru dan berjalan rapi, ternyata mengundang sentimen baru. Dalam waktu beberapa saat saja, muncul ratusan “AMPG” lagi, sehingga memicu konflik terbuka. Rapat Pleno DPP Partai Golkar gagal dilaksanakan, terutama dalam rangka mendengarkan paparan SC Munas, guna disahkan sebagai draft Munas Partai Golkar pada masing-masing komisi. Upaya untuk menskor Rapat Pleno, ternyata berbuah kepada perebutan palu. Ketua Umum Partai Golkar ARB dan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham kemudia dipecat, karena dianggap tidak mampu melanjutkan Rapat Pleno hingga selesai, sebagai syarat legal guna menuju arena Munas. Sejak saat itulah, terbentuk Pejabat Sementara Ketua Umum Partai Golkar, lalu Presidium Penyelamat Partai Golkar sebagai wadah politiknya. DPP Partai Golkar dikuasai secara penuh. 
  10. Walau tidak berhasil mengendalikan DPP Partai Golkar, serta dalam status pemecatan terhadap Ketua Umum dan Sekjen, Munas Partai Golkar tetap diselenggarakan di Bali, pada tanggal November – 2 Desember 2014. Perbedaan pendapat terjadi, termasuk di kalangan Presidium Penyelamat Partai Golkar. Munas Partai Golkar di Bali dipantau dari dekat. Upaya islah yang coba dilakukan oleh Dr Akbar Tandjung ternyata tidak berhasil. Sesuai dengan upaya dan skenario yang sudah dilakukan sebelumnya, terjadi Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum Partai Golkar yang sudah tidak lagi mewakili mandat yang dibawa dari Rapat Pleno DPP Partai Golkar.  
  11. Tanpa menunggu waktu lama sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU tentang Partai Politik berkaitan dengan pendaftaran kepengurusan, DPP Partai Golkar dengan pejabat sementara Ketua Umum Agung Laksono, melakukan Munas di Ancol pada 6-8 Desember 2014. Kedua Munas melahirkan dua kepengurusan. Proses pendaftaran kepada Kementerian Hukum dan HAM dilakukan pada hari yang sama, yakni 08 Desember 2014. Lalu, disinilah dimulai etape berikutnya menyangkut keberadaan Partai Golkar ke depan.

Golkar, kendaraan politik mantan Presiden Suharto, adalah salah satu partai tertua dan termapan di parlemen dengan menduduki 91 dari 560 kursi. Dalam rapat paripurna legislatif, suaranya berpengaruh.
Partai itu kini menjadi bagian dari Koalisi Merah Putih yang menjadi oposan koalisi pendukung Joko Widodo. Bergantung kepada siapa yang akan terpilih sebagai ketua partai pada periode kepemimpinan mendatang, Golkar kemungkinan dapat menyeberang ke kubu lawan.
Lebih jelas dari kronoligisnya, partai politik di Indonesia biasanya menggelar rapat pimpinan nasional sekali dalam lima tahun guna memilih ketua. Golkar menggelar Rapimnas pada awal Desember di Bali dan berujung dengan kembali terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Namun, sejumlah politikus senior partai menganggap pemilihan berlangsung curang dan menuding para simpatisan Bakrie mengintimidasi para anggota partai untuk memilihnya. Tuduhan itu langsung ditampik.

Pihak-pihak yang melancarkan kecaman memutuskan memisahkan diri dan menggelar Rapimnas tandingan. Agung Laksono, ketua kubu penentang Bakrie memenangi pemungutan suara. Setelah beberapa bulan Partai Golkar berada di bawah kepemimpinan ganda, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menengahi dan mengakui Agung sebagai ketua resmi.

Namun permasalahan tentang kepemimpinan belum berakhir, Para simpatisan Bakrie menuding Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, memihak Agung. Para simpatisan itu mengatakan bahwa Yasonna, yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menengarai persetujuannya muncul karena ia mengetahui Agung mendukung Joko Widodo. Agung diyakini akan membelokkan dukungan partai. Juru bicara kementerian hukum, Ferdinand Siagian, menyangkal tudingan. “Keputusan kementerian tidak bersifat politis,” ujarnya.

Dalam wawancara dengan media setempat beberapa waktu belakangan, Agung mengatakan Golkar, di bawah kepemimpinannya, mendukung pemerintah dan tak lagi menjadi bagian koalisi oposisi.  Akan tetapi, ia juga mengatakan bahwa Partai Golkar pun bukan bagian dari koalisi pendukung presiden.

Dan para simpatisan Bakrie mengaku akan terus maju. Mereka telah mengajukan gugatan terhadap kementerian hukum dan hak asasi manusia dan para anggota Golkar yang memimpin jalan Rapimnas yang akhirnya memilih Agung

Banyak dari mereka politikus Golkar yang dikenal bersifat pragmatis, ujar Qodari. Beberapa di antaranya kemungkinan akan mengikuti siapa pun yang terpilih sebagai ketua. Apapun yang terjadi, perebutan kekuasaan akan memengaruhi kekuatan Golkar dalam skala lokal maupun nasional.


Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengeluarkan keputusan terkait kisruh yang terjadi di Partai Golkar. Yasonna telah mengeluarkan surat penjelasan yang ditujukan ke DPP Partai Golkar tertanggal 10 Maret 2015. Surat tersebut berisi tiga hal, yang dianggap oleh kubu Agung Laksono sebagai legitimasi keabsahan kepengurusan pihaknya.

Pertama, Yasonna menginstruksikan kepada Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan partai. Kedua, memilih kader partai sesuai dengan AD/ART. Ketiga, segera mendaftarkan kepengurusan partai yang sudah ditulis di atas akta notaris, yang kemudian langsung diserahkan ke Menteri.

Ia menegaskan, keputusan ini diambil dengan berdasarkan UU No.2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, khususnya Pasal 32. "Saya sebagai Menkumham saya garansi 100 persen saya melakukan keputusan berdasarkan UU Parpol Pasal 32,” ujarnya usai bertemu pimpinan MPR, di Gedung MPR,

Ia mempersilakan jika ada pihak yang merasa keberatan terhadap keputusan ini. Meski begitu, Yasonna mengatakan, keputusan diambil setelah dirinya mengundang sejumlah pakar dan tim ahli Kementerian Hukum dan HAM, sehingga tak ada kesengajaan keberpihakan ke salah satu pihak dalam keputusan itu. “Jadi tidak ada preferensi buat saya, keputusan sesuai ketentuan perundang-undangan dan fakta hukum,” tutur Yasonna.

Ia menuturkan, pada Desember tahun lalu, Kemenkumham sengaja memutuskan untuk tidak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar baik dari hasil musyawarah nasional (Munas) IX di Bali maupun Ancol. Kemenkumham menyerahkan persoalan ini ke internal partai. Alasaanya, agar terjadi islah dari kedua kubu tersebut.

Namun, kedua kubu malah melakukan hal yang sebaliknya. Gugatan demi gugatan dilayangkan di pengadilan negeri. Akhirnya, pengadilan menyatakan NO (menolak gugatan) dan menyerahkan persoalan ini ke Mahkamah Partai. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Partai pun sudah mengeluarkan keputusannya.

Terpisah, kuasa hukum Gokar kubu Aburizal Bakrie yakni Yusril Ihza Mahendra mengatakan Menkumham Yasona H Laoly mengkhianati agenda reformasi jika tetap mengeluarkan Surat Keputusan (SK) di tengah konflik internal tubuh partai berlambang pohon beringin yang belum kunjung usai. Menurutnya, pemerintah tak boleh bermain demi kepentingan politik. Dengan begitu, agenda reformasi agar demokrasi berjalan baik dapat tercapai.

“Cita-cita awal Reformasi yang kita perjuangkan bersama. Jangan pemerintah jokowi melalui menkumham mengkhianati hal ini. Kini menkumham dengan sengaja memutarbalikkan isi putusan mahkamah partai dengan melakukan pemihakan terhadap salah satu kubu yang berseteru,” ujarnya

Dalam suratnya, Menkumham meminta agar DPP Golkar menyerahkan susunan nama pengurus dengan kriteria tertentu untuk disahkan. Yusril menilai kentalnya kepentingan politik dari Menkumham dalam pengesahhan pengurus parpol yang semestinya tidak boleh dilakukan. “Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan oleh Dirjen Sospol Depdagri di zaman Orde Baru dulu. Prilaku seperti ini sudah harus diubah oleh Jokowi,” katanya

Mantan Menteri Kehakiman itu berpandangan Yasona mengetahui adanya proses gugatan yang diajukan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Semestinya, Menkumham menahan diri menunggu putusan berkekuatan hukum tetap atas proses hukum yang diajukan kubu Ical. Dengan begitu, pemerintah melalui Menkumham tetap menjaga netralitas dalam menghadapi konflik internal partai. Sebaliknya, Menkumham menafsirkan sepihak norma Pasal 33 UU Parpol yakni putusan mahkamah partai adalah final dan mengikat.

Ahli hukum tata negara itu berpandangan mengesahkan kubu Romihurmuzy dalam konflik PPP tidak menjadi pelajaran bagi Menkumham. Kesalahan serupa pun kembali dilakukan Yasona mengesahkan salah satu kubu dalam konflik internal Golkar yang belum rampung. “Kesalahan serupa dilakukan lagi terhadap keinginan Menkumham untuk mengesahkan salah satu kubu dalam konflik internal Golkar. Selayaknya dilakukan evaluasi terhadap kinerja Menkumham,” pungkasnya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Fauzan, mengingatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly agar tidak mencampuri konflik internal Partai Golkar. "Sekarang kembali kepada aturan normatif saja, yakni Undang-Undang Partai Politik. Kalau ada persoalan atau konflik di internal partai politik, itu harus diselesaikan oleh mahkamah partai politik atau apa pun namanya," kata Fauzan
Menurut dia, putusan mahkamah parpol yang akan menjadi dasar jika permasalahan tersebut dibawa ke pengadilan tata usaha negara apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju. Terkait sikap yang harus dilakukan Menkumham jika konflik internal Partai Golkar berujung pada dualisme kepemimpinan, dia mengatakan bahwa hal itu sebenarnya sederhana saja, asalkan Menkumham tidak mempunyai kepentingan politik. "Yang bisa kita rasakan seperti itu, aroma kepentingan politik itu memang ada. Tapi, saya bicaranya dalam perspektif hukum tata negara," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed.
Dia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Yasonna selang satu hari setelah dilantik sebagai Menkumham menunjukkan adanya kepentingan politik. Menkumham mengeluarkan surat keputusan terkait pengesahan perubahan susunan DPP Partai Persatuan Pembangunan dengan menyebutkan hanya ada satu DPP PPP, yaitu kepengurusan yang dipimpin oleh Ketua Umum DPP PPP Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik. "Itu (kepentingan politik) kelihatan sekali," katanya.

Lebih lanjut, Fauzan mengharapkan Golkar sebagai sebuah partai besar dan telah memiliki banyak pengalaman dapat menyelesaikan konflik internalnya secara elegan. "Kalau mereka melepaskan kepentingan kelompok maupun individual, kemudian yang menjadi ukuran adalah bagaimana Golkar ke depan, saya pikir bisa diselesaikan dengan baik," katanya. Menurut dia, persoalan yang muncul pada tubuh Partai Golkar karena adanya kelompok yang menginginkan agar partai berlambang pohon beringin itu berada di luar pemerintahan, sedangkan kelompok lainnya ingin di dalam pemerintahan. Ia mengatakan bahwa dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar seperti yang disebutkan dalam sejumlah pemberitaan, tidak ada yang namanya presidium penyelamat. Akan tetapi, kata dia, sekarang muncul Presidium Penyelamat Partai Golkar.
"Sekarang tinggal kita kembalikan ke AD/ART. Kalau memang dalam AD/ART ada yang belum jelas sehingga menimbulkan perdebatan, itu memang sesuatu yang wajar dalam setiap pembuatan produk hukum," katanya. Menurut dia, produk hukum merupakan kristalisasi dari kepentingan yang berseberangan. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa produk hukum yang sudah jelas jangan ditafsirkan macam-macam.

Kesimpulan dari saya ialah, Menkumham tidak seharusnya ikut campur masalah internal dari Partai Golkar, karena ini menyangkut masalah mereka kalaupun Menkumham ingin membantu meleraikan jadilah pihak ketiga yang netral, bukan hanya memihak pada satu pihak saja, jelas-jelas Menkumham ada kepentingan politik karena Agung Laksono didapati bahwa dia dikubu Jokowi sehingga dia ingin menghalau lawannya yang menjadi fraksi kubu Jokowi yaitu Aburizal Bakrie.